Encang,encing,nyak,babe,ponakan,misanan,semue,Assalamulaikum wr wb

Tulisan ane di blog ini emang nggak semua baru,tapi juga nggak basi,karena peristiwa sekarang kan pengulangan dari peristiwa
tempo dulu.Seneng,marah,sedih kan sama aja.
balyanurmd@yahoo.co.id

http://balyanurmd.wordpress.com

Jumat, 06 Januari 2012

PERANG LAGU



 Cerita Santai : Balya Nur       

IBU Leha dan Ibu Napisah sama-sama punya hobi menyanyi. Keduanya sama cantik, sama cepat tersinggung, sama galaknya. Mungkin karena banyak persamaan itulah barangkali yang menyebabkan keduanya saling bersaing. Jika misalnya anak Ibu Leha beli mobil-mobilan, maka besoknya anak Ibu Napisah dibelikan kapal-kapalan. Jika ibu Leha mnyetel lagu dangdut keras-keras, maka Ibu Napisah menyetel lagu keroncong lebih keras lagi. Kalau Ibu Leha menyetel lagu pop, maka Ibu Napisah menyetel lagu Rock. Begitu seterusnya.
         
perang lagu jpg.ill D&R
Keduanya juga kebe
tulan hampir berba
rengan,  hanya selisih dua hari menempati rumah kontrakan berbentuk ‘kopel’ itu.Keduanya tinggal bersebelahan. Berhubung dinding rumah itu terbuat dari triplek, keduanya bisa saling nguping.
          Untungnya keduanya mempunyai suami yang sama-sama sabar. Pak Zakir , suami Ibu Leha dan Pak Jamil suami Ibu Napisah tanpa diketahui oleh istrinya masing-masing telah mengadakan perundingan rahasia. Keduanya sepakat, apapun yang diadukan oleh istrinya masing-masing, jangan dimasukan kedalam hati. Biarlah itu urusan orang perempuan. Sebab jika suami sudah ikut campur, keadaan akan bertambah gawat.

          Memang sih selama ini kedua ibu itu belum pernah “kontak senjata” langsung. Keduanya masih dalam tahap saling sindir. Dan ini yang menarik sindiran itu di ekspresikan melalui nyanyian atau pantun. Biasanya adu sindir itu berlangsung saat keduanya sedang mencuci atau memasak.
          Ibu Leha yang semalam mendengar Ibu Napisah bertengkar dengan suaminya, sambil memotong kangkung menirukan penggalan lagu Betharia Sonata, “Pulangkan saja aku pada ibuku atau Ayahku…”
          Ibu Napisah yang tadi sewaktu belanja diwarung melihat Ibu leha membeli kangkung dan tempe, menirukan penggalan lagu Bimbo yang syairnya dirubah menjadi “Ada suami bertanya pada istrinya, masak apakah engkau hari ini? Hari ini  kita masak tempe dan kangkung, hari ini kita masak tempe dan kangkung.”
          Ibu Leha tak mau kalah, Dia menirukan lagu dangdut Imam S Arifin  yang syair aslinya berbunyi, ‘Didalam tubuhmu ada segumpal darah. Itu rahasia kehidupan…’ Dirubahnya menjadi, ‘Didalam dapurmu ada segumpal daging. Itu rahasia orang berutang…”
          Merah muka Ibu Napisah. Sebenarnya di warung tadi dia bermaksud akan membeli tempe dan kangkung. Maklum sedang tanggung bulan. Tapi ketika dia melihat Ibu Leha membeli tempe dan kangkung, dia urungkan niatnya. Diganti dengan daging. Perkara uangnya tidak cukup, Ibu Napisah beralasan, “Bu, ini daging saya bawa dulu, ya? Entar kalau suami saya pulang, saya bayar. Hari ini suami saya dapat obyekan kecil-kecilan. Tapi cukuplah buatlah beli baju baru untuk saya dan anak-anak. Ya…. Namanya rezeki.” Walaupun ucapan itu ditujukan untuk ibu warung, tapi nadanya menyindir Ibu Leha.
          “Biarin saja utang, yang penting kan dibayar. Aduh, saya tidak sabar menunggu suami pulang. Entar sore dia mengajak ke Pekan Raya Jakarta.” Ibu Napisah Mengucapkan dengan suara  keras.
          Ibu Leha tidak mau kalah. Dengan suara lebih keras lagi dia bilang, “Biar makan tempe dan kangkung, yang penting nggak banyak pikiran. Dari pada makan daging tapi mikirin utang!”
“Sudah, deh. Lagi sakit gigi teriak-teriak. Entar tambah bengkak tuh gigi!” balas Ibu Napisah.
“Biar saja, gigi sendiri ini. Mau bengkak kek. Yang penting asyik!” Ibu Leha menirukan lagu Bento-nya Iwan Fals.
“Ahh… daripada dengerin orang sakit gigi, mendingan dengerin lagu.” Lalu Ibu Napisah menyetel lagu dangdut. Lagu ‘sakit giginya’ Meggy Z.
          Memang sudah satu minggu ini Ibu Leha sakit gigi. Tapi walau betapapun sakitnya, kalau sudah mendengar ocehan ibu Napisah, dia bisa melupakan sakit giginya. Walaupun untuk itu resikonya adalah giginya bertambah sakit setelah adu sindir selesai. Saat mendengar lagu Meggy Z, itu sebenarnya giginya mulai terasa berdenyut-denyut. Tapi dia tidak perduli. Sambil memegang pipinya dia menyetel lagu jaipongan.
          Malam harinya Ibu Leha nguping. Siapa tahu Ibu Napisah tidak jadi pergi ke Pekan Raya Jakarta. Dan benar saja. Jelas sekali mendengar pertengkaran kecil itu, Suami Ibu Napisah membatalkan rencana ke PRJ, obyekannya belum bisa dicairkan. Setelah Ibu Leha mendengar pertengkaran selesai, dia menyayikan lagu ‘Patah Hatinya’ Rachmat Kartolo yang syairnya dirubah menjadi, “Sakit hatiku jadinya. Tidak jadi ke Pekan Raya Jakarta…?”
          Ibu Napisah membalas dengan lagu ‘Sakit giginya’ Meggy Z yang syairnya dibalik menjadi “Lebih baik sakit hati, daripada sakit gigi ini. Biar tak mengapa…”
Sambil memegangi gusinya yang mulai berdenyut-denyut, Ibu Leha menirukan lagu ‘Semut-semut Kecil’. “Semut-semut kecil. Aku mau Tanya. Sedang apakah engkau didalam kamar itu?”
Ibu Napisah menimpalinya, “Eoe… oe… sedang makan daging.”
Ibu Leha tidak mau kalah. “Semut-semut kecil. Aku mau Tanya. Apakah utang sudah dibayar diwarung sana?”
Ibu Napisah menirukan lagu ‘Lenggang Kangkung’. “Lenggan-lenggang kangkung. Kangkung sama tempe. Kalau pikiran bingung, kita makan sama tempe.”
          Kalau sudah begitu, suami Ibu Napisah dan suami Ibu Leha tidak bisa berbuat apa-apa. Dulu pernah keduanya melarang istrinya main sindir-sindiran, tapi bukan berhenti malah semakin menjadi-jadi. Daripada kuping ikut panas, kedua suami itu sepakat keluar rumah, bermain catur dirumah pak Rosib yang terletak paling ujung. Biasanya sepulang main catur, istri sudah tidur pulas.
          Seperti juga malam itu. Keduanya bermain catur dirumah pak Rosib. Malam itu keduanya mendapat kabar baik. Pak Rosib seminggu lagi akan pindah. Suami Ibu Napisah bermaksud akan menempati petak yang sekarang ditempati Pak Rosib. Rumah petakan itu terdiri dari enam petak rumah. Berarti antara rumah petak yang ditempati Pak Rosib sekarang dengan rumah petak yang ditempati Ibu Leha dibatasi oleh empat petak rumah.
          Sembilan hari kemudian, resmilah Ibu Napisah menempati rumah petak yang dulu ditempati Pak Rosib. Sejak saat itu, rumah petakan itu menjadi sepi. Untung ada pak Rosib. Coba kalau Pak Rosib tidak pindah, tentu cerita ini lama sekali selesainya.


Juni 1991,diperbaharui Januari 2012
Pernah dimuat di majalah D&R edisi Juli 1991

Tidak ada komentar:

Posting Komentar